Sunday, April 23, 2006

Sufisme Dunia Kini

Penghargaan Barat terhadap Sufisme Islam
April 13, 2006



Sufisme sebahagian kehidupan Islam. Pemikiran sufi turut berkembang dalam bentuk seni dan sastera. Namun, sufisme turut mengelirukan masyarakat Islam sendiri. Terutama apabila bentuk sufisme seperti yang dikaryakan Jalaludin Rumi mendapat perhatian besar di Amerika. Bagaimanakah penghargaan Barat terhadap Sufisme Islam? Kali ini di Imej;

Jalaludin Rumi, penyair sufi Parsi abad 13, cukup terkenal di dunia Barat. Puisi-puisi beliau dalam pelbagai bentuknya mendapat tempat baik di kalangan ahli akademik di Amerika dan Britain sejak dulu lagi. Kepopularan terjemahan puisi sufi Rumi menarik minat, malah personaliti seperti Coleman Barks, penyair Amerika, dan Madonna, diva pop. Bagaimanakah hubungan karya sufi Rumi itu dengan kefahaman terhadap Islam? Profesor Kelim ErkanTurkmen, dari Universiti New Turki, menerangkan perutusan cinta universal yang disebarkan Rumi merupakan sesuatu yang datang dari Quran. Rumi kemudiannya menjelaskannya menggunakan pelbagai cara: cerita, contoh dan anekdot. Dengan membawa pesan-pesan itu, diharapkan menjadi lebih memahami Islam.

Maulana Jalaluddin Rumi menghadirkan ajaran cinta yang universal, dan ini bukan merupakan ciptaannya karena ajaran ini terdapat dalam Quran. Tapi Rumi menyampaikannya dengan cara yang sangat jelas dan sederhana. Karena itulah ia digemari ramai. Ia membawa contoh, anekdot, cerita dan menjelaskannya satu demi satu. Karena itulah saya percaya bahwa semakin ramai mempelajari Rumi, dan semakin memahami Islam.

Tetapi, mengapakah setelah mengikuti Rumi sedemikian lama, dunia Barat seperti Amerika masih terus menyalah-ertikan Islam? Professor Turkmen, yang bertahun-tahun mengkaji karya pemikiran Jalaluddin Rumi menyalahkan sikap masyarakat Amerika itu sendiri dalam memakai nilai dan pandangan dunia mereka untuk menghayati pemikiran Rumi.

Orang Amerika kebanyakan beragama Nasrani atau Yahudi. Mereka tidak mempunyai inspirasi megenai Islam di dalam hati mereka. Jadi mereka tidak boleh melihat kenyataan ini. Mereka harus mempraktikkannya dulu, membuka mata dan menghirup aroma indah dari Tuhan, baru mereka boleh memahami Islam. Itu masalahnya. Saya seorang pencinta Rumi dan harus saya katakan, semakin anda memahami Rumi, semakin anda memahami Islam. Tapi dengan latar konsep Islam. Demikian penjelasan Professor Dr. Kelim Erkan Turkmen.

Saudara, kekeliruan penafsiran Barat terhadap sufisme dari penghargaan ke atas Jalaludin Rumi ada kesan polemik mengenai sufisme di kalangan masyarakat Islam sendiri. Terdapat Muslim yang malah menolak adanya kaitan sufisme yang dibawakan Rumi dengan ajaran sebenar dalam Islam. Sebahagian mereka mendapati banyak kemurnian ajaran Islam yang hilang dalam proses penterjemahan karya dan pemikiran Rumi. Ini berlaku terutamanya kerana ada keinginan untuk menyesuaikan pemikiran Rumi itu dengan citarasa masyarakat Barat itu sendiri. Polemik mengenai lunturnya warna asli Islam dalam proses penterjemahan seperti yang berlaku kepada karya dan pemikiran Rumi bukanlah satu fenomena yang menghairankan. Demikian menurut Professor Abdul Munir Mulkhan, Guru Besar Universiti Islam Negeri Sunan Kalijaga, Jogjakarta.

Bukan salah tapi belum selesai. Wajar saja. Cuma kewajiban orang Islam sendiri yang mestinya mengenalkan atau membuat jilid berikutnya dari Rumi sehingga Islam bisa lebih dipahami. Islam itu ada dimana-mana. Universal dalam pengertian kompatibel dengan pengalaman bangsa-bangsa. Setiap bangsa punya pengalaman tentang keindahan, tentang kebenaran, dan kalau kita sambungkan dengan Islam, akan ketemu. Hanya bentuknya saja yang berbeda. Orang-orang Rusia yang dulu fahamnya komunis itu kan punya pengalaman universal kemanusiaan. Dia punya komitmen tentang kejujuran. Pada tingkat itulah sesungguhnya Islam. Mengapa kita tidak bicara dengan orang lain sesuai dengan tradisinya. Mengapa tidak lewat situ. Di barat mungkin lewat sufi, lewat rumi untuk bicara tentang tahap-tahap berikutnya.

Professor Abdul Munir Mulkhan menambah, setiap orang mempunyai pendekatan yang berbeza dalam memahami sesuatu, termasuk pemikiran Rumi;

Cara orang menangkap atau memahami sesuatu itu kan berbeda-beda. Ada yang lebih memahami keindahan estetiknya dari karya-karya Rumi. Padahal kan sesungguhnya karya-karya Rumi itu betapa dia menyadari kehadiran Tuhan di dalam hidupnya kemudian dituangkan dalam syair-syair. Orang menangkap itu keindahan bahasa, keindahan ungkapan. Jadi ada orang yang begitu. Ada yang melihat dari sudut seni, bukan puisinya, tapi artistiknya dan lain sebagainya. Jadi mungkin kalau kita mau cari, ada istillah Kaffah. jadi bukan hanya aspek seni dan estetik tapi juga keseluruhan. Tapi orang kan berbeda-beda. Ada yang menangkap lewat seni dulu. Ada yang begitu kagum dengan gerak-gerak atua tarian-tarian. Itu ndak masalah. Tapi yang perlu dilakukan adalah kesadaran bahwa itu hanya bagian dari Islam.

Professor Abdul Munir Mulkhan, Guru Besar Universiti Islam Negeri Sunan Kalijaga Jogjakarta, Indonesia.

Mungkin sufisme sebagai sebahagian kehidupan Islam tidak sempurna difahamkan jika penafsiran dan penghayatannya tidak berlandaskan gagasan, falsafah dan ajaran Islam itu sendiri. Inilah cabaran yang menjadi tugas sebahagian Muslim, terutama bagi mereka yang mempunyai kecenderungan kepada sufisme atau pemikiran sufi, untuk terus menjelaskannya termasuk kepada dunia Barat. Khamis depan, satu lagi aspek pemikiran sufi ditinjau dalam hubungannya dengan kehidupan sosial, ekonomi dan politik. Mariani Yahya di Radio Singapura Internasional, salam hormat.